Follow Us @soratemplates

19/08/17

Perspektif : Sastra? Humaniora ? Belajar Apa ?

Seringkali saat basa - basi dengan orang yang duduk disebelah saya dalam perjalanan pulang pergi sby-madiun di kereta, saya sering menjumpai pertanyaan seperti "Sastra itu yang dipelajari apa ya?, apa cuma bahas novel - novel gitu doang? "




Sebatas sepengatuhan saya, humaniora adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, humanity. Selebihnya dan lebih jelasnya manusia yang seperti apa ? bagaiamana ? dan apa bedanya dengan ilmu psikologi, sosilogi dan ilmu - ilmu sosial mengenai manusia lainnya ? diawal masa - masa perkuliahan saya sendiripun juga cenderung kurang paham.

Definisi humaniora menurut KBBI adalah ilmu - ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, membuat manusia lebih berbudaya. Sedangkan menurut pengertian - pengertian teoritis lainnya bisa dibaca di google banyak :p 

Sedangangkan berdasarkan pengalaman yang dibekalkan selama perkuliahan , dapat dirangkum dalam perspektif saya sebagai berikut :
Bahwa humaniora itu adalah ilmu yang mencakup tentang psikologi manusia, antropologi, filosofi, politik, historik, yang dipelajari melalui perantara sastra (mengingat yang saya ambil adalah konsentrasi sastra). 
misal : 
  • Dari sastra yang merupakan citra kehidupan sosial masyarakat dapat kita jumpai makna - makna simbolik seperti hantu perempuan yang sering dimunculkan dalam narasi cerita, pertanyaannya adalah kenapa hantu - hantu tersebut selalu dimunculkan dalam wujud perempuan?. Bisa jadi itu merupakan kecenderungan untuk menampilkan inferioritas perempuan, dan kaitannya adalah dengan feminisme.
  • Dalam film yang berjudul Parfume : The story of a Murder (2010), yang mungkin bagi kebanyakan orang hanya akan terkesan sadis dan keras, namun bagi kami pelajar humaniora, film tersebut mengandung banyak nilai - nilai humaniora yang dapat digali lebih dalam, misalnya seperti kuasa aroma dan seksualitas yang menunjukkan konstruksi gender laki - laki atas perempuan di masyarakat bahwa "adalah hal yang mafhum bila tubuh perempuan dinikmati oleh laki -laki". Dan bila melihat keseluruhan ceritanya, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan tokoh utama yang berperan sebagai murder yang membunuh wanita - wanita hanya untuk mendapatkan aroma parfum yang sempurna. Pasti ada hal yang melatarbelakangi kondisi psikisnya sehingga ia menjadi pribadi yang sedemikian rupa. 
  • Atau dalam cerpen karya AA Navis yang berjudul Robohnya Surau Kami, yang menceritakan tentang dialog antara Tuhan dengan manusia, bahwa iman manusia tergoyahkan ketika ia dihadapkan pada pertanyaan mengenai ketulusannya dalam beribadah, sementara ia melupakan kewajibanya di dunia. baca sendiri disini :p. Dan hal tersebut bisa jadi merupakan sindirian atas praktek ibadah yang ditujukan oleh pengarang kepada masyarakat. 
  • dsb
Garis besarnya adalah, sastra, humaniora, membuka mata saya tentang diri manusia, entah itu individual atau komunal dalam pengertian nilai, pandangan yang tak dapat terlihat dengan jelas hanya dari luar. 
Dan sastra membuat saya berfikir untuk tidak asal - asalan menjudge manusia. Bahwa sisi negatif manusia itu pasti ada historinya, dan yang putih itu belum tentu bernilai positif bila menilik lebih dalam.
Bahwa manusia itu terdiri dari berlayer - layer lapisan diri, dan tiap layernya memiliki pengalaman/faktor eksternal dan internal/pemikiran yang berbeda yang menjadikan dia sedemikian rupa dalam wujud luarnya. 

Intinya, belajar sastra membuat saya untuk memaklumi manusia secara objektif. Melihat manusia atau permasalahan tidak hanya dari satu sisi negatif/positifnya saja.

Dulu pada waktu awal kuliah saya sempat khawatir bila suatu saat saya akan menyesal mengambil jurusan sastra, tapi ternyata sastra itu ilmu yang dalam dan tidak membosankan seperti kebanyakan orang kira.




Nb : Kritik, saran, komentar, .., silakan :) ↓



Tidak ada komentar:

Posting Komentar