Review : Persuasion (2022)
~My Own Note~ Welcome to my page, Enjoy your time and thank you for coming
Membuat Karikatur Pendengar
Dalam
hal ini, dianjurkan berpikir bahwa audiens bukanlah orang yang akan menilai
kita, melainkan orang yang mendengar dengan gembira.
>>
Kalau versi saya, karena melihat tatapan – tatapan audiens itu seolah – olah mengintimidasi,
kalau berbicara offline maka saya akan mengarahkan pandangan saya sedikit ke
atas (ke bagian kepala audiens). Kemudian bila itu diadakan online maka saya
lebih memilih untuk me-minimize tampilan layar zoom yang memperlihatkan layar
audiens dan berbicara menatal layar laptop.
Menghindari Merendahkan Kapasitas Diri
Dianjurkan
untuk menghindari kalimat – kalimat seperti :
“Saya tidak sempat mempersiapkannya dengan baik…”
“Saya banyak kekurangan, tapi….”
Karena
kalimat – kalimat di atas tidak akan berfungsi untuk mengungkapkan rasa rendah
hati, melainkan mengurangi kepercayaan audiens turun, membuat mereka tidak focus
dan menjadika diri kita sendiri gelisah dengan asumsi – asumsi di kepala kita
yang tidak bisa dihindari.
>>
Kali ini saya setuju dengan hal di atas. Saya pernah salah mengucapkan jadwal selesainya
acara, padahal saya tahu betul bahwa itu adalah kelalaian saya yang tidak fokus.
Kemudian karena tidak ingin terlihat kurang fokus saat tampil maka saya berlagak
seolah saya tidak tahu dan tidak sadar bahwa jam selesai acara diundur 30 menit
dari awal J.
Mempelajari Konten
Mempelajari
konten presentas akan lebih mudah dalam berbicara.
>>
yang ini sudah pasti dan wajib hukumnya.
Mengucapkan Mantra dengan Penuh Keyakinan.
“Bissmilliah!”
Hal - hal diatas sebenarnya merupakan hal umum yang bisa kita baca dan temukan dimana saja.
Yang jelas kemampuan bicara, dan rasa takut saat bicara tidak akan bisa sembuh dengan instan. Pelu adanya jam terbang, banyak latihan, trial error dan banyak - banyak belajar dari kesalahan.
Well itu saja dari saya, untuk tips dan trik lainnya terkait belajar bicara akan diupdate lagi di post berikutnya.
Well,
SALAM
Dewasa ini katanya semakin kesini semakin banyak orang yang aware dengan yang namanya mental health. Kalau nggak percaya coba datang ke toko buku deh, pasti buku - buku terkait pengembangan diri, psikologi dan motivasi akan kalian temui di jajaran etalase rak depan yang diunggulkan di toko buku. Hal itu bisa jadi penanda bahwa semakin demanding nya pembaca atau masyarakat untuk memahami lebih terkait "ilmu manusia" itu sendiri. Atau bisa jadi penanda bahwa semakin meningkatnya tingkat tekanan hidup yang membuat kondisi jiwa atau mental manusia terganggu atau mengalami stress. (mengenai hal ini saya pernah baca di Quora, tapi lupa sumbernya 😅)
Untuk datang ke psikologpun dewasa ini bukan menjadi suatu hal yang aneh dimata masyarakat, khususnya milenial. Saya beberapa kali pernah diskusi dengan beberapa teman saya terkait perlu tidaknya datang ke psikolog ini, entah karena sedang merasa tertanggu dan membutuhkan bantuan, atau mencari sudut pandang lain tentang karir love dan life.
Well, tapi kadang untuk datang ke psikolog sendiri, bagi beberapa orang termasuk saya, merupakan hal yang cukup penuh pertimbangan. Ragu antara bener nggak sih kita perlu pergi ke psikolog atau nggak.
Mengutip dati Halodoc , seseorang perlu pergi ke psikolog bila mengalami hal di bawah ini :
Dan begitulah,, satu sesi konsultasi saya berakhir dalam waktu 1 jam.
Berapa biaya untuk 1 sesi konsultasi ?
Sebenarnya ada dua pilihan konsultasi tatap muka atau melalui online,
Untuk tatap muka biaya untuk 1 sesi (60 menit) adalah Rp 399.000,00
Untuk online melalui voice call/viceo call 1 sesi (60 menit) kalau tidak salah sekitar Rp 250.000,00
Apakah Worth it dengan nilai sedemikian ?
Mmmm,,, untuk saya yang waktu itu rasanya udah urgent, saya rasa waktu satu jam berkonsultasi dengan psikolog cukup untuk menenangkan diri saya sendiri.
Tapi kalau untuk datang lagi, sepertinya tidak, karena pada akhirnya setelah saya pergi kesana, saya pikir orang - orang yang perlu pegi ke psikolog adalah mereka yang tidak bisa mengekpresikan atau membuka diri mereka ke oarng yang ada disekitar mereka dengan jujur.
Karena pada intinya menurut saya, ketika kita punya masalah, dan masalah tersebut tidak bisa dishare/ dibagi ke lainnya entah karena faktor apapun misal masalah terlalu private sehingga tidak ada orang yang bisa dipercaya untuk berbagi cerita tersebut, maka kebutuhan untuk "berbicara" ke psikolog itu penting. Kenapa ? Karena ibarat cangkir yang udah penuh dan pekat, mau tidak mau yaa harus dikeluarkan isinya sebelum berubah jadi racun yang merusak diri sendiri, deshou ?.
Tapi kalau masih ada orang yang dipercaya, meskipun itu cuma satu orang (haha), berbagi cerita tanpa ada layer dari kamu sendiri, kalau masih ada orang yang bisa "mendengarkan" tanpa kamu perlu merasa menutup-nutupi kenapa harus pergi ke psikolog ? . Dengan catatan orang itu bisa kamu percaya dan kamu bisa bercerita apa adanya dengan jujur (even you are in good or bad/white or black mode) dan mendapat support yang cukup baik.
Karena jujur,, buat terbuka sama orang itu susah, dan psikolog itu ibaratanya masih stranger . Well, kecuali kalau memang sudah ditahap yang memang benar - benar butuh terapi psikolog lanjutan atau udah nggak ada orang yang dipercaya, mungkin saya nanti ke psikolog lagi :).
.
Well, salam :)