Follow Us @soratemplates

Tampilkan postingan dengan label Perspektif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perspektif. Tampilkan semua postingan

04/09/22

~Reminder ~

September 04, 2022 0 Comments


Mei ~ Juni 2021, 

Waktu itu pertama kalinya saya dapat sidejob translate dari Localize dari Vietnam. Karena saking excitingnya saya serakah sekali, mengambil kontrak dengan volume yang cukup banyak dengan deadline 3 minggu. Pagi hingga sore saya  mengerjakan pekerjaan kantor, dan malamnya saya cicil sedikit demi sedikit untuk side hustle nya. 

Hingga mendekati deadline saya kelabakan, karena tidak sesuai dengan ekpektasi saya. Ternyata masih banyak sekalii yang perlu dikerjakan, saya kelabakan dan minta bantuan teman - teman kakak kelas adek kelas siapapun yang bisa bahasa Jepang saya kontak  :). Saya sampai tidak tidur beberapa hari karena harus menyelesaikannya, dan kebetulan waktu itu saya ada di rumah dan Ibu saya selalu menasihati untuk istirahat. (waktu itu udah kayak hikikomori, gabisa diganggu gugat meskipun posisi saya WFH di rumah :)  ). 

Hingga akhirnya saya selesai mengerjakannya di bulan Juni akhir. Cek dan cek, menunggu administrasi untuk pembayaran yang katanya harus makan waktu berbulan -bulan ~ yaudahlah. Juli, Agustus ,,, siapa sangka di bulan itu Ibu saya nggak ada :).  Kami sekeluarga sibuk mengurus ini itu, tahlilan 7 hari, 40 hari, dan hingga di tahlilan 40 hari itu yang rencananya mau sekalian aqiqah karena ternyata ibu saya belum di Aqiqah, uangnya cuma cukup buat tahlilan biasa aja. Hmm, dan tiba - tiba aja fee translate itu cair tepat seminggu sebelum 40 harian. 

Hmmm,, jadi saya agak mikir ooh, jadi saya kerja siang malem yang kemarin itu udah sengaja disiapin buat Aqiqah ibu saya pas 40 hariannya :). Dan kok ya pas nominalnya sama persis buat bayar aqiqahnya :) 


Yang baru kejadian adalah, tepat satu bulan yang lalu tahlilah 1 tahun Ibu saya. Waktu itu saya udah nggak kepikiran mau dapat tambahan uang dari mana, tahlilan biasa ajalah, seadanya. Bahkan rencana mau nggak pulang aja biar ongkos buat pulang bisa tambah - tambah untuk tahlilan. Tapi, siapa sangka, seminggu sebelum acara tahlilan, saya dipanggil sama HRD, dapat info kalau dapat kenaikan gaji. 

Saya kira cuma nambah berapa ratus ribu (secara perusahaan masih dalam masa pemulihan covid), nambah 500 ribu aja udah syukur. 

Kebetulan di minggu - minggu itu juga saya di kontak sama pengurus masjid di rumah bilang kalau ibu saya ternyata sudah pesan dua nama untuk Qurban yang harus di bayar, jadi kalau nambah 500ribu bisa buat dialokasikan kesitu tiap bulannya.,, jadi saya dalam hati bilang "Ya Allah, 500 ribu aja deh cukup, alhamdulillah" . Eh..saya malah dikasih 3x lipatnya dong..., dan di rapel dari bulan Maret :).  Dari yang awalnya was - was cuma tahlilan biasa, jadinya malah bisa tercover semua, pas dan tepat diwaktu yang dibutuhkan. 

Meski  dalam hati agak miris juga sih, kalau dipikir - pikir., umur segini biasanya mikir souvenirnya buat acara nikahan, eh, ini malah nyarinya buat acara tahlilan..., gapapa :)

(saya nulis gini, supaya besok - besok inget bahwa I have passed this time well) 

Jadi, sebenernya saya mau reminder ke diri saya sendiri kalau Allah itu lihat kok kamu lagi butuh apa, dan nggak akan pernah ninggalin kamu sendirian, kalau kamu lagi dalam keadaan yang banyak kecewanya, banyak kurangnya, lagi kena musibah,, nggak apa - apa. 

sepanjang saya hidup, yang saya pahami adalah,,, nggak ada yang pernah salah sama yang namanya timingnya Allah. 

Termasuk salah satu contohnya adalah kepindahan ke Jakarta,, kalau nggak pindah ke Jakarta, saya nggak akan bisa berbulan bulan dirumah, puasaan sebulan full di rumah. 

Meski sekarangpun saya juga takut, ciyuut, dan banyak insecurenya..., nggak apa -apa.. kalau mau flashback I have seen bahwa balik lagi, timingnya Allah nggak pernah salah.

Seburuk atau sejelek - jeleknya overthinking saya, toh saat ini saya juga masih bisa hidup mandiri, memadai, dan juga yang paling penting tidak merepotkan orang lain, deshou~


 


 

08/07/22

Seberapa Perlunya Konsultasi ke Psikolog

Juli 08, 2022 0 Comments

 


Dewasa ini katanya semakin kesini semakin banyak orang yang aware dengan yang namanya mental health. Kalau nggak percaya coba datang ke toko buku deh,  pasti buku - buku terkait pengembangan diri, psikologi dan motivasi akan kalian temui di jajaran etalase rak depan yang diunggulkan di toko buku. Hal itu bisa jadi penanda bahwa semakin demanding nya pembaca atau masyarakat untuk memahami lebih terkait "ilmu manusia" itu sendiri.  Atau bisa jadi penanda bahwa semakin meningkatnya tingkat tekanan hidup yang membuat kondisi jiwa atau mental manusia terganggu atau mengalami stress.  (mengenai hal ini saya pernah baca di Quora, tapi lupa sumbernya 😅)

Untuk datang ke psikologpun dewasa ini bukan menjadi suatu hal yang aneh dimata masyarakat, khususnya milenial. Saya beberapa kali pernah diskusi dengan beberapa teman saya terkait perlu tidaknya datang ke psikolog ini, entah karena sedang merasa tertanggu dan membutuhkan bantuan, atau mencari sudut pandang lain tentang karir love dan life. 

Well, tapi kadang untuk datang ke psikolog sendiri, bagi beberapa orang termasuk saya, merupakan hal yang cukup penuh pertimbangan. Ragu antara bener nggak sih kita perlu pergi ke psikolog atau nggak. 

Mengutip dati Halodoc , seseorang perlu pergi ke psikolog bila mengalami hal di bawah ini : 

  1.  Sedih berkepanjangan
  2. Stress jangka panjang
  3. Rasa cemas sulit dikendalikan
  4. Suasana hati berubah ekstrem
  5. Bersikap paranoid 
  6. Muncul halusinasi
  7. Menyakiti diri sendiri 

Pengalaman Pergi Ke Psilokolog

Kalau saya sendiri, karena waktu itu rasanya saya mengalami sedih yang berkepanjangan, tidak punya semangat beraktivitas, dan pengaruh ke produktivitas akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke psikolog daripada penasaran. 

Saya pergi ke salah satu psikolog di daerah Jakarta Barat setelah sebelumnya sudah dipesankan janji temu oleh teman saya. Sebenarnya waktu itu saya harusnya dapat jadwal psikolog laki -laki, tapi karena teman saya ini ngotot minta psikolog perempuan mengingat saya yang lagi supersensitif dan susah buat terbuka sama orang luar, dan akhirnya dapatlah saya jadwal psikolog perempuan yang bisa di temui di akhir pekan. 

Jadi, sebelum hari H, saya diminta untuk mengisi form yang kurang lebih isinya menanyakan masalah pribadi saya dan apa yang diharapkan setelah konsultasi ke psikolog.
ketika hari H, sesampainya disana saya langsung dipersihlahkan bertemu dengan psikolognya tanpa perlu mengisi form apapun lagi. 
Setelah memasuki ruang psikolognya, kita kenalan satu sama lain dulu, masih santai, relaks dan proses penyesuaian diri dengan psikolog dan ruangananya. 
Kemudian setelah seitar 10 menit baru dimulai untuk sesi konsultasinya, dimulai dari alasan pergi kesana, masalah yang dihadapin belakangan, ditanyaain pertanyaan - pertanyaan yang sifatnya "memancing" apasih sebenrnya yang saya pikirkan, rasakan, dan pendapat mengenai orang - orang sekitar. 

Dan seperti itu, lalu ada sesi terapinya juga dimana saya disuruh membayangkan jika saya begini apa yang mau dikatan dan dilakukan,, (ada namanya metodenya, tp lupa ;p). Kemudian sebagai konklusinya, psikolognya juga memberi masukan dan saran kedepannya, apa yang harus dilakukan. mulai dari hal kecil terlebih dulu, mulai dari rencana hari esok, tujuannya mau ngapaian, goalsnya apa, disuruh mencatat kalau udah nemu goal baru yang bisa bikin semangat hidup. Disuruh bolos kerja aja misal emang lagi bener - bener pengen dan butuh satu hari untuk nggak ngapa - ngapain (well padahal nggak usah disuruh udah kayak begitu sayanya ;) ) 

Dan begitulah,, satu sesi konsultasi saya berakhir dalam waktu 1 jam. 


Berapa biaya untuk 1 sesi konsultasi ? 

Sebenarnya ada dua pilihan konsultasi tatap muka atau melalui online, 

Untuk tatap muka biaya untuk 1 sesi (60 menit) adalah Rp 399.000,00

Untuk online melalui voice call/viceo call 1 sesi (60 menit) kalau tidak salah  sekitar Rp 250.000,00 


Apakah Worth it dengan nilai sedemikian ? 

Mmmm,,, untuk saya yang waktu itu rasanya udah urgent, saya rasa waktu satu jam berkonsultasi dengan psikolog cukup untuk menenangkan diri saya sendiri. 

Tapi kalau untuk datang lagi, sepertinya tidak, karena pada akhirnya setelah saya pergi kesana, saya pikir orang - orang yang perlu pegi ke psikolog adalah mereka yang tidak bisa mengekpresikan atau membuka diri mereka ke oarng yang ada disekitar mereka dengan jujur.


Karena pada intinya menurut saya, ketika kita punya masalah, dan masalah tersebut tidak bisa dishare/ dibagi ke lainnya entah karena faktor apapun misal masalah terlalu private sehingga tidak ada orang yang bisa dipercaya untuk berbagi cerita tersebut, maka kebutuhan untuk "berbicara" ke psikolog itu penting. Kenapa ? Karena  ibarat cangkir yang udah penuh dan pekat, mau tidak mau yaa harus dikeluarkan isinya sebelum berubah jadi racun yang merusak diri sendiri, deshou ?.


Tapi kalau masih ada orang yang dipercaya, meskipun itu cuma satu orang (haha), berbagi cerita tanpa ada layer dari kamu sendiri, kalau masih ada orang yang bisa "mendengarkan" tanpa kamu perlu merasa menutup-nutupi kenapa harus pergi ke psikolog ? . Dengan catatan orang itu bisa kamu percaya dan kamu bisa bercerita apa adanya dengan jujur (even you are in good or bad/white or black mode) dan mendapat support yang cukup baik. 


Karena jujur,, buat terbuka sama orang itu susah, dan psikolog itu ibaratanya masih stranger . Well, kecuali kalau memang sudah ditahap yang memang benar - benar butuh terapi psikolog lanjutan atau udah nggak ada orang yang dipercaya, mungkin saya nanti ke psikolog lagi :). 

.


Well, salam  :) 



28/06/22

Perspektif : Wanita Karir vs Ibu Rumah Tangga

Juni 28, 2022 0 Comments


 

Beberapa waktu lalu teman saya membuka obrolan tentang pilihan untuk menjadi wanita karir atau Ibu Rumah Tangga. Sebagai perempuan, sudah pasti akan tiba masanya dimana dia mau tidak mau akan dihadapkan pada dua pilihan tersebut. Terlebih lagi apabila dia hendak menuju ke jenjang pernikahan dimana pada umumnya kebanyakan pasangannya akan meminta dirinya untuk fokus pada rumah tangga. 


Hal ini sebenarnya juga sudah menjadi concern  saya dari dulu. Ibu saya adalah seorang single parent, dan beliau selalu menekankan kepada saya bahwa mau punya suami seperti apapun, seorang perempuan itu harus punya penghasilan sendiri, harus bekerja dan tidak boleh hanya bergantung pada suami. Alasannya, tidak lain dan tidak bukan karena kita tidak pernah tahu hidup kedepannya itu seperti apa.  Mungkin beliau berkaca pada dirinya sendiri dimana dia harus berjuang untuk membesarkan ke-tiga anaknya seorang diri dan harus membekali mereka dengan pendidikan yang mumpumi. Well baiklah, pada saat itu saya paham betul kenapa wanita harus bekerja... 


Namun disisi lain, saya juga tidak ingin menjadi seperti ibu saya. Dalam artian, dimana hampir sebagian besar waktunya didedikasikan untuk pekerjaan. Meskipun tujuan akhirnya tetap sama, yaitu untuk ketiga anaknya. Tanpa menepiskan fakta bahwa effort Ibu saya sudah cukup patut dipuji, namun ada satu hal yang perlu lebih dijadikan koreksi, yaitu waktu dan perhatiannya untuk anak - anaknya. Mungkin saya masih bisa maklum karena waktu itu Ibu saya tidak ada pilihan lainnya, menjad single figther secara tiba - tiba dan tidak ada pengalaman yang sedemikian rupa sebelumnya. Tapi lain halnya dengan saya...,


Sebagai perempuan, saya juga punya cita -cita, saya punya mimpi yang tinggi juga namun bagi saya itu ada masanya kapan saya harus tetap mengejar dan kapan saya harus berhenti. Bila usia saya ada di sekitaran 23-28 mungkin masih saya akan kejar. Tetapi diatasnya, saya akan lebih memilih untuk mempersiapkan "hal lainnya". 


Mencari jalan tengah diantara dua pilihan

Di usia -usia 28 ke atas, bila ditanya keinginan saya mau jadi apa dan kerja dimana, saya selalu bilang kalau saya ingin jadi penerjemah freelance (kebetulan bidang saya ada di bahasa asing), dimana saya bisa bekerja dimana saja tanpa harus terikat jam kerja dan harus datang ke kantor. 

 Tapi namanya hidup tidak selalu sesuai apa yang diingingkan deshou ?:). Cari kerja freelance tidak semudah mencari kerja full time. Harus didukung dengan skill dan jam terbang yang mumpuni. Sempat ada project terjemahan yang saya tangani namun karena harus membagi waktu antara pekerjaan kantor dan project freelance akhirnya saya keteteran :) . 

Sampai akhirnya.., karena pandemi kerja full time saya menjadi WFH atau kerja remote, kemudian hingga pandemi usai, kantor saya masih tidak mewajibkan untuk kerja dari kantor :). huwoo the universe lagi di pihak saya (Lol, pedee :p). Jadi sekarang saya masih kerja full time namun berasa freelance. Sehingga untuk saat ini saya memutuskan untuk tetap disini saja dulu, sambil mengasah skill dan belajar mengatur kecepatan terjemahan saya. 

Meskpiun sebenarnya saya belum butuh - butuh amat untuk kerja stay dari rumah, karena belum ada pandangan untuk menikah dalam jangka waktu dekat ini. Tapi tidak ada salahnya dong dipersiapkan dari awal, toh juga ini yang saya inginkan dari dulu. 


Well, jadi saran saya untuk perempuan - perempuan diluar sana yang tengah dilema dalam dua pilihan mengejar karir atau menjadi Ibu Rumah tangga, adalah : 

1) Pertimbangkan kembali plus minus dari masing - masing pilihan

2) Mencari jalan tengah entah itu freelance, kerja remote, atau jualan

3) Asah skill dalam bidang yang dipilih

4) Planning dari jauh - jauh hari

5) Ekseskusi dan dicoba aja dulu .


Well, begitulah.., perspektif dari saya. 

Mungkin kalau ada waktu dan ide lainnya akan diupdate lagi. 


Salam



25/06/22

Obat Anti Galau

Juni 25, 2022 0 Comments

Sebagai mba- mba Cancer yang katanya sensitif, kalau sedih drama parah, melankolis, baperan dan cry baby~ :), masalah galau menggalau & overthinking itu udah jadi makanan saya dari jaman muda. Katanya kalau orang lain rasainnya sepuluh, si Cancer itu dalam hatinya rasanya dua kali lipatnya. Makanya lebaaay :0 kena bentak dikit aja ga bisa nahan air mata (kacau parah deh!). Malu kan jadi Cancer 😭.


 (dahlah,,, yuk serius bahas topiknya :)), 


Terlepas dari zodiaknya apa, sebagai manusia itu wajar dan sangat maklum sekali kalau mengalami namanya sedih, overthinking, galau, hampa, putus asa, capek. Kenapa ? Karena manusia itu punya hati, dan hati fitrahnya ya harus menanggung semua emosi - emosi negatif itu yang akhirnya jadi terasa sesak, deshou


Ada satu titik dimana saya benar - benar kacau (yang ini beneran kacau karena ngefeknya sampai nggak bisa tidur, nggak berani tidur, sekalinya tidur pasti akan bangun tengah malam karena mimpi buruk, sekalinya melek di siang hari pun bawaannya pengen nangis, awal mula kena asam lambung). Sampai - sampai kata temen, saya perlu diruqiah :). 


Tapi emang waktu itu rasanya kayak kena serangan mental dari segala sisi dimana lagi ngerjain skripsi,  mikir tabungan cukup nggak-nya buat sampai selesai kuliah eh  malah laptop hilang (a.ka ibu saya sakit jadi nggak mungkin ngrepotin lagi), nolak tawaran bantuan dosen buat S2 ke Jepang karena stroke ibu saya kambuh lagi (pengan banget tuh nge-iyain dosen, tapi juga khawatir ibu saya kenapa - napa), trauma dan takut ketemu orang lama yang masih suka kirim - kirim barang ke rumah dan kontak teman - teman saya  & disisi lain merasa bersalah sekali gara - gara bikin anak orang desperate nggak lulus - lulus kuliah. 

 Dan pula waktu itu saya jauuh sekali dari namanya Ibadah (kalau inget & diingetin doang ibadahnya :"), terima kasih ya yang udah mau ingetin).


Untungnya waktu itu saya juga nggak tinggal sendirian, karena tinggal satu semester saya memutuskan share room dengan teman saya (perempuan :)). Nah, dia ini anaknya juga struggle, pagi kuliah, siang kegiatan kampus, sore part time job. Jadi dia paling mampir ke kosan cuma buat sholat, mandi, dan tidur.  Pokoknya kalau liat dia seliwar seliwer pagi siang sore, saya jadi malu sendiri kalau kerjaannya cuma nangis/ bengong di kamar,, hehe. 

Hingga pada suatu maghrib, saya lagi kumat tuh, meringkuk di pojokan, pura - pura tidur padahal nangis, disisi lain temen saya ini baru datang dan langsung sholat magrib. Setelah sholat maghrib dia sempetin baca Al-Quran sekitar 10-15 menitan. Disitu, dipojokan kamar saya dengerin dia ngaji dan gatau gimana jelasinnnya hati saya juga jadi ikutan tenang. 


Besoknya, saya buka tuh Al-Qur'an yang nggak tahu kapan terakhir kali saya buka, setelah sholat maghrib saya baca Qur'an. Bacanya nggak dengan yang santai gitu dong, bacanya sambil nangis karena semakin saya baca semakin dalem pikiran saya pergi kemana - mana. Kalau boleh memfilosifikan versi saya sendiri, rasanya kayak lagi curhat ke Allah sambil flashback apa aja yang udah saya lakukin dan apa yang lagi menimpa saya saat itu. Dan Demi Allah saya nggak melebih-lebihkan, waktu itu jangankan baca Qur'an, sholat aja masih sering saya pertanyakan apa fungsinya -Astagfirullah.


Begitulah awal mula saya baca Qur'an, besoknya lagi saya baca lagi. Sambil baca ayat demi ayat pikiran saya kemana - mana lagi, jadi inget dosa saya banyaak sekali, sampai saya nangis lagi, mohon ampun. Dan seterusnya.., hingga beberapa waktu kemarin saya sempat ikut kelas ngaji, benerin bacaan. (anyway nilai agama saya BC sementara matkul lainnya diatas BC semua :), jadi saya merasa perlu memperbaiki bacaan saya). 

Begitulah, semenjak itu baca Qur'an selalu jadi obat penenang saya, tempat meluapkan emosi saya yang udah pekat (apasih-_-). 


Dan coba tebak apa yang terjadi setelahnya ?,

Semua masalah saya selesai ?Oooh tentu tidak :D, 

Tapi hati saya jadi tenang. Sedikit demi sedikit saya  seperti dituntun untuk memperbaiki ibadah saya. Dipertemukan dengan orang - orang  yang sama - sama  belajar memperbaiki diri. 


Kemudian kalau hati udah tenang, insyaAllah maka mata dan pikiran akan lebih jelas untuk memahami apasih dan gimana sih kita baiknya menjalani sisa hidup.  

(InsyaAllah yaa, doakan saya nggak belok - belok nih ) 


Demikianlah,

Semoga bermanfaat yaah~






18/06/22

Become the Protagonist of Your Own Story

Juni 18, 2022 0 Comments



Juni Menjelang Juli, 2022

It has been two years semenjak saya pindah ke Jakarta, and it is just a few weeks to come counting my last '20s. but it's okay, Am totally okay. 

Setelah dipikir - pikir lagi, kalau boleh diambil kesimpulan setiap satu dekade saya mengalami fase hidup yang berbeda. 

Fase pertama adalah masa kanak - kanak, dimana semuanya serba sempurna dan lengkap. Bermain petak umpet, barbie, rumah -rumahan. Saya si anak bungsu manja yang dengan gampangnya dibuat menangis saat diusili kakak - kakakya. Membuntuti ayah saya yang sedang lari sore di sepanjang jalan yang dikelilingi petak - petak sawah dengan sepeda adalah memori favorit saya. It was perfect.

Fase ke-dua dimulai ketika saya berusia sebelas tahun, diamana ayah saya tiada dan semuanya menjadi sepi, diam, tak bersuara. 

Fase ketiga dimulai ketika saya mulai merantau di usia dua puluh tahun. Love, live, laugh, passion, knowing people, and work semuanya berawal dari situ. Saya mulai membuka diri dengan orang luar, dalam artian bertukar pikiran, mendengarkan,dan mengamati dari berbagai macam sudut pandang. Dan seperti yang sudah  saya ceritakan sebelumnya, sepanjang dua puluhan tahun rasanya seperti naik roller coster yang naik turunnya selalu bikin berwarna. Mau diakui atau tidak diakui, dari kesulitan - kerluitan selama sepanjang tahun - tahun itulah karakter saya terbentuk menjadi sedemikian ini. Kalau tidak mengalami hal - hal semacam itu saya akan tetap menjadi si keras kepala yang angkuh, tidak peka, dingin, dan naif. Kalau tidak mengalami hal - hal semacam itu saya tidak akan menemukan Tuhan saya siapa. it was hard, yet valuable  years actually. 


 Katanya,manusia itu akan diuji 
dengan apa yang paling ia cintai, 
apa yang paling ia takuti, 
dan apa yang paling ia benci. 

Dan apabila sudah mengalami ketiga- tiganya, apaapun yang terjadi nanti terjadilah (apasih :p). Intinya saya mau bilang, When you have passed the worst, the next coming will never be the worst, Ibarat main game kalau kamu udah pernah main di level 10 ketika kamu menghadapi kesulitan di level 9, maka rasanya akan lebih mudah dihandle kan ?

Dan ketika saya berada di level 10, level yang saya pikir saya tidak bisa melewatinya ternyata saya masih bisa berdiri. Meski terseyok seyok am doing good (kata teman saya lhoh ya:p) 

Pun demikian dengan usia yang akan menjadi kepala tiga, dan segala kekhawatiran lainnya. 
"What's comin' will come, an' we'll meet it when it does." 

Believe me, everything will be okay as long as kembali menyerahkan segala keputusan kepada yang di Atas

Bismillah~

Semoga saya tetap jadi protagonis yah, meski banyak godaan di luar sana :) 






17/10/18

Bekicot - Snail in Indonesia

Oktober 17, 2018 0 Comments
Menu Escargot di Surabaya
Menu Escargot

Bekicot adalah sejenis mollusca yang biasanya hidup di negara tropis, salah satunya Indonesia. Biasanya kalau di desa tempat saya tinggal dulu, dagingnya dibumbu pedas manis semacam rica - rica, dibungkus dengan kertas minyak lalu koran dan dijajakan di warung -warung kopi atau ruko jajanan pasar.

Siapa sangka, satu dekade setelahnya namanya melambung di berbagai negara dikenal dengan nama escargot. Umumnya escargot dikenal sebagai kuliner khas negara Perancis, tapi asalkan teman - teman tahu bahan dasarnya, alias si daging bekicotnya, sebagian besar di supply dari Indonesia. 

Pun demikian dengan cullinary di Indonesia, bekicot masuk ke ranah restoran - restoran prestige, disulap dengan keong impor diramui bumbu - bumbu manca negara. Nilai jual bekicot yang berubah nama menjadi escargot tersebut naik berkali lipat. Seperti menu escargot yang saya dapatkan di sebuah restoran di Surabaya, harganya satu porsi mencapai IDR 67.000,00

Karenanya bekicot akhir - akhir ini menjadi incaran para pebisnis yang bergerak di bidang makanan. Selain proses pembudidayaannya yang tidak memerlukan biaya yang besar, proses pembuatannya/pengalengannya cukup sederhana. Bila menginginkan keuntungan yang berlebih, tentu pasar besarnya bukan di Indonesia, melainkan di ekspor ke negara - negara pecinta escargot seperti Perancis, Greece, Canada, dan Italy. 

Bila di Indonesia, masyarakatnya masih belum punya minat besar pada makanan - makanan kalengan cepat saji, kecuali mackerel (sardin). Di sisi lain bekicot masih dipertanyakan kehalalannya oleh beberapa pihak. 

Sekian,
.
.
.
 
Well, sekedar cerita dan sedikit curhat.
Foto di atas saya dapatkan ketika saya ditugasi untuk menambahi katalog produk dengan produk bekicot. Jadilah muter - muter di Google nyari restoran yang jual menu bekicot di Surabaya.
Dengan ala - ala gaya mba2 blogger saya pesan satu menu lalu motret sampe satu jam'an, setelah itu minta makanannya dibungkus (ga dimakan karena takut haram :p). 
And then, in simplicity I just realized that I like my job that relating to the culinary food. it has been giving me an extra knowledge about the real process of providing food for people.


19/08/17

Perspektif : Sastra? Humaniora ? Belajar Apa ?

Agustus 19, 2017 0 Comments
Seringkali saat basa - basi dengan orang yang duduk disebelah saya dalam perjalanan pulang pergi sby-madiun di kereta, saya sering menjumpai pertanyaan seperti "Sastra itu yang dipelajari apa ya?, apa cuma bahas novel - novel gitu doang? "




Sebatas sepengatuhan saya, humaniora adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, humanity. Selebihnya dan lebih jelasnya manusia yang seperti apa ? bagaiamana ? dan apa bedanya dengan ilmu psikologi, sosilogi dan ilmu - ilmu sosial mengenai manusia lainnya ? diawal masa - masa perkuliahan saya sendiripun juga cenderung kurang paham.

Definisi humaniora menurut KBBI adalah ilmu - ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, membuat manusia lebih berbudaya. Sedangkan menurut pengertian - pengertian teoritis lainnya bisa dibaca di google banyak :p 

Sedangangkan berdasarkan pengalaman yang dibekalkan selama perkuliahan , dapat dirangkum dalam perspektif saya sebagai berikut :
Bahwa humaniora itu adalah ilmu yang mencakup tentang psikologi manusia, antropologi, filosofi, politik, historik, yang dipelajari melalui perantara sastra (mengingat yang saya ambil adalah konsentrasi sastra). 
misal : 
  • Dari sastra yang merupakan citra kehidupan sosial masyarakat dapat kita jumpai makna - makna simbolik seperti hantu perempuan yang sering dimunculkan dalam narasi cerita, pertanyaannya adalah kenapa hantu - hantu tersebut selalu dimunculkan dalam wujud perempuan?. Bisa jadi itu merupakan kecenderungan untuk menampilkan inferioritas perempuan, dan kaitannya adalah dengan feminisme.
  • Dalam film yang berjudul Parfume : The story of a Murder (2010), yang mungkin bagi kebanyakan orang hanya akan terkesan sadis dan keras, namun bagi kami pelajar humaniora, film tersebut mengandung banyak nilai - nilai humaniora yang dapat digali lebih dalam, misalnya seperti kuasa aroma dan seksualitas yang menunjukkan konstruksi gender laki - laki atas perempuan di masyarakat bahwa "adalah hal yang mafhum bila tubuh perempuan dinikmati oleh laki -laki". Dan bila melihat keseluruhan ceritanya, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan tokoh utama yang berperan sebagai murder yang membunuh wanita - wanita hanya untuk mendapatkan aroma parfum yang sempurna. Pasti ada hal yang melatarbelakangi kondisi psikisnya sehingga ia menjadi pribadi yang sedemikian rupa. 
  • Atau dalam cerpen karya AA Navis yang berjudul Robohnya Surau Kami, yang menceritakan tentang dialog antara Tuhan dengan manusia, bahwa iman manusia tergoyahkan ketika ia dihadapkan pada pertanyaan mengenai ketulusannya dalam beribadah, sementara ia melupakan kewajibanya di dunia. baca sendiri disini :p. Dan hal tersebut bisa jadi merupakan sindirian atas praktek ibadah yang ditujukan oleh pengarang kepada masyarakat. 
  • dsb
Garis besarnya adalah, sastra, humaniora, membuka mata saya tentang diri manusia, entah itu individual atau komunal dalam pengertian nilai, pandangan yang tak dapat terlihat dengan jelas hanya dari luar. 
Dan sastra membuat saya berfikir untuk tidak asal - asalan menjudge manusia. Bahwa sisi negatif manusia itu pasti ada historinya, dan yang putih itu belum tentu bernilai positif bila menilik lebih dalam.
Bahwa manusia itu terdiri dari berlayer - layer lapisan diri, dan tiap layernya memiliki pengalaman/faktor eksternal dan internal/pemikiran yang berbeda yang menjadikan dia sedemikian rupa dalam wujud luarnya. 

Intinya, belajar sastra membuat saya untuk memaklumi manusia secara objektif. Melihat manusia atau permasalahan tidak hanya dari satu sisi negatif/positifnya saja.

Dulu pada waktu awal kuliah saya sempat khawatir bila suatu saat saya akan menyesal mengambil jurusan sastra, tapi ternyata sastra itu ilmu yang dalam dan tidak membosankan seperti kebanyakan orang kira.




Nb : Kritik, saran, komentar, .., silakan :) ↓