Follow Us @soratemplates

06/03/22

Review : I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki

 

I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki

Hi, 

Waktu jalan - jalan ke Gramedia, saya sebenernya nggak sengaja nemu buku ini. Awalnya mau cari buku rekomendasi netizen Quora yang judulnya  "Man's Search for Meaning"nya Viktor E. Frankl yang katanya cocok buat yang lagi cari tujuan hidup. Tapi nggak ketemu dan adanya malah buku yang jadi Number #1 Best seller nya Korea Selatan yang judulnya "I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki" karya Baek So Hee. Karena saya tertarik dan penasaran dengan isinya jadinya saya shipped deh. 

"I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki

Buku ini berisi tentang catatan atau rekaman perjuangan penulis dalam menghadapi distimia, bentuk kronis (jangaka panjang dari depresi) dimana seseorang dapat kehilangan ketertarikan yang normal pada aktivitas sehari - hari, merasa tidak ada harapan, produktivitas berkurang, harga diri yang rendah dan perasaan tidak layak. (mmm, well..., setelah baca ini, saya jadi tertarik kembali buat cek ke psikiater/terapis juga. Lol). 

Ada yang tahu kenapa buku ini bisa jadi best seller di Korea ? Karena tidak lain dan tidak bukan adalah banyak orang yang merasakan hal yang sama setelah membaca esai berbentuk dialog antara si A (penulis) dengan si P yaitu psikiaternya. Kalau boleh komentar, sebenarnya mental health itu bagian yang dekat dengan manusia yang patut dan perlu diperhatikan, deshou? 

 Well, balik lagi ke buku ini, mungkin bila kita baca - baca mengenai istilah psikologi di google atau buku - buku teori lainnya, kita bisa dengan mudah mendapat deskripsi atau penjelasan terkait psikologis manusia. Tapi kita tidak pernah benar - benar tahu apa yang dirasakan seorang penderita gangguan mental, bukan ?. Misalnya saja di buku ini diceritakan penulis sebagai penderita distimia, kita bisa saja mengetahui gejala dan definisinya seperti apa, namun tidak pernah dapat memposisikan diri sebagai mereka. 

Dengan membaca buku ini kita dapat memahami apa yang dirasakan oleh seorang penderita distimia. Mungkin akan tampak biasa saja dari luarnya, tapi ada hal - hal kecil dan detail dimana bagi orang lain itu biasa saja, malah menjadi sesuatu yang sangat dipikirkan oleh si penderita. Bahkan dapat cenderung membuat si penderita mengalami depresi, dan kehilangan semangat hidupnya. 

Untuk buku bergenre self-improvement, saya rasa buku ini cukup ringan untuk dibaca di waktu senggang. tidak terlalu banyak teori, namun lebih ke penguntaian masalah psikis yang dirasa penderita dan saran dari terapisnya. Meskipun esai terjemahan, bahasa yang dipakai juga cukup akrab dan familiar dengan kehidupan sehari - hari kita.

Terlepas dari bagus tidak nya keseluruhan buku ini, ada beberapa pemahaman dan kutipan yang saya suka dari buku ini, yang bisa juga kita jadikan reminder untuk diri kita sendiri, seperti : 

" Tujuan anda bisa saja bukanlah suatu kota yang anda kunjungi. Bisa saja hasrat yang anda   penuhi itu bukan tujuan anda yang sebenarnya. Itu mungkin hanyalah pengaruh dari standar yang selama ini ada dalam kehidupan bermasyarakat. Hal yang paling penting  adalah perasaan  senang dan gembira dalam diri anda, tidak peduli apa yang pikirkan atau katakan."

"Sesuatu itu tidak bisa dipandang hanya hitam dan putih, abu - abu pun memiliki spektrum warna lain selain hitam dan putih. Begitu juga manusia. Dalam buku dongeng yang biasa kita baca sewaktu kecil , karakter seseorang hanya dibagi menjadi dua baik dan buruk. Namun ketika kita dewasa karakter yang kita temukan dalam cerita menjadi beragam. Kita tidak bisa menilai tokoh - tokoh tersebut hanya dengan baik dan buruk." 

 "Tidak ada yang salah dalam mencari suatu pembenaran itu adalah bagian dari melindungi ego dan bentuk dari menghargai dan mencintai diri sendiri" 

Sebagian besar dari isi buku ini adalah mengarahkan pembaca untuk mencintai dan menghargai diri sendiri. Dengan mencintai diri sendiri, barulah kita bisa belajar mencintai orang lain dengan cara yang benar. Dan hal tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial anda, pertemanan, hubungan dengan keluarga dan juga dengan kekasih anda. 

Buku ini akan sangat cocok bagi anda yang penasaran bagaimana sih ngobrol dan bertemu dengan psikiater. Karena,,, yaaa paham sendirilah, butuh kemauan keberanian dan tekad yang bulat untuk datang ke psikolog, deshoune ?. Saya pernah datang sekali (Lol) tapi karena tanpa persiapan dan analisis yang kurang, dan hanya efek impulsif saya saja, jadi hasilnya kurang maksimal. Well,,, kapan - kapan boleh lagi lah ya,, kalau ada info psikolog yang enak di ajak ngobrol boleh spill kasih tahu :) 


Well, 

Salam 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar